Monday, December 23, 2019

Fandom Untuk Fanwar : Ketika Remaja Terlalu Mencinta


Musik K-Pop beserta orang / grup yang membawakannya sudah terkenal sampai pada taraf internasional. Penggemar mereka juga sudah berasal dari berbagai belahan dunia. Penggemar sangat berarti bagi artis K-Pop, demikian juga sebaliknya. Para penggemar sangat mengidolakan dan sangat menginginkan kesuksesan idola mereka. Para penggemar bersedia melakukan segala cara, termasuk war dengan para penggemar dari artis K-Pop lainnya yang dianggap menjelekkan atau mengancam keberhasilan idolanya. Namun, apakah ini adalah cara terbaik untuk meningkatkan popularitas sang idola? Apakah war (perang) memang harus terjadi antara penggemar yang satu dengan penggemar lainnya? Adakah cara agar war antarpenggemar tidak terjadi? Dimanakah kesadaran untuk saling menghargai preferensi masing-masing pribadi?

Hasil gambar untuk game of thrones season 8 finale
Google.com

Korea Selatan bukan lagi negara yang asing bagi masyarakat Indonesia. Negara Gingseng ini terbukti telah mengglobal apalagi segi entertainmentnya. Pemerintahnya sangat aktif mendukung segi entertainment dengan memberikan anggaran yang besar, karena segi ini justru memberikan dampak ekonomi yang besar bagi Korea Selatan.  Terdapat begitu banyak produk Korea Selatan yang dapat kita nikmati sehari-hari, seperti K-Drama, K-Pop, acara TV, dan makanannya. Semua ini adalah bukti kesuksesan Korean Wave / Hallyu yang sudah dimulai sejak tahun 1990-an di dunia (https://quod.lib.umich.edu/i/iij/11645653.0002.102?view=text;rgn=main).


Meskipun Korea memiliki musik khas mereka sendiri, dapat diperhatikan bahwa musik yang sampai pada level internasional adalah K-Pop (http://www.mcgilltribune.com/a-e/surfing-the-korean-wave-how-k-pop-kpop-is-taking-over-the-world-012858/). K-Pop, atau Korean Pop, adalah genre musik yang merupakan gabungan dari berbagai macam genre seperti Rock, Ballad, Rap, dll. Begitu banyak idol (sebutan umum untuk singer, dancer, rapper, juga aktor dan aktris) dari negara ini, baik dalam bentuk solo, duo, maupun grup (sampai aku pernah berpikir mungkin saja rakyat Korea sehari-harinya tidak sengaja ketemu dengan para idol). Postingan ini akan lebih membahas idol dalam bentuk grup musik. Aku sangat kagum terhadap orang-orang yang bisa menyanyi dan nge-rap sambil menari. Apalagi girl grup yang tampil dengan mengenakan High Heels.

Google.com
Hasil gambar untuk red velvet performances
Google.com
Hasil gambar untuk blackpink dan ariana grande
Google.com



Grup-grup idol memang sudah lama ada, namun semakin booming setelah munculnya Super Junior, BigBang, Girls Generation, dll. Aku masih ingat saat SD, temanku sudah ada yang menjadi fans salah satu grup tersebut. Lagu grup Korea pertama yang kuingat itu Mr. Simple dari Super Junior. Sepertinya pada saat itu lagu tersebut memang sangat terkenal di Indonesia, atau mungkin di dunia. Kalau lagunya sudah sampai setenar itu, tentu penggemar mereka juga sudah tidak hanya berbasis negara asal mereka. Fandom, sebutan untuk kelompok penggemar dari seorang / sekelompok idol, bisa disebut sebagai sumber popularitas idol, juga tanda kesuksesan mereka. Semakin mendunia mereka, semakin besar fandom tersebut. Hal yang umum bagi idol asal Korea, terutama idol K-POP, untuk memberikan nama bagi fandom mereka. Nama fandom ini juga tidak sembarangan diberikan. Terdapat singkatan atau makna tertentu didalamnya. Misalnya Elf (Everlasting Friend), fandom dari Super Junior, VIP (Very Important Person), fandom dari Big Bang, dan banyak lagi. Namun, selain ada karena menyukai idol, fandom ternyata memiliki “tanggungjawab” lainnya.


Hasil gambar untuk fanwar
Google.com


Korea Selatan banyak menggelar berbagai acara Award seperti Asia Artist Award dan Melon Music Award untuk memberikan apresiasi kepada entertainer mereka dengan berbagai kategori. Entertainer yang memenangkan penghargaan untuk suatu kategori umumnya adalah mereka dengan perolehan suara terbanyak. Tidak perlu cocoklogi yang mendalam, pembaca pasti bisa menebak fungsi lain dari sebuah fandom, kan? Ya! Mereka “bertanggungjawab” untuk memastikan idol mereka mendapatkan vote sebanyak mungkin. Tidak mengherankan apabila idol dengan fandom yang besar yang biasanya memenangkan acara Award. Dengan menangnya idol mereka, fandom pun ikut gembira dan merasa bangga. Menurutku, ini adalah salah satu alasan mengapa kemudian terjadilah perang antara fandom idol ini dan fandom idol itu, yang istilah kerennya fanwar.


Hasil gambar untuk war begins
Google.com


Wah, ibarat cerita avatar Aang. Dahulu ke empat pengendali (fandom) hidup damai, kemudian datanglah negara api (fandom agresif) menyerang. Haha… Mungkin kasus ini terlihat remeh. Namun tidak sedikit dampak negatif yang terjadi karenanya. Faktanya, target pasar musik K-POP adalah remaja yang terkenal sebagai fase paling labil seseorang. Kata labil identik dengan tidak dewasa, dan fans yang tidak dewasa ternyata menghalalkan segala cara agar idol merekalah yang terbaik (sesuai dengan definisi mereka sendiri). Cara-cara tersebut berupa bullying, penghinaan, manipulasi, bahkan sampai pada kekerasan fisik. Mereka juga sangat mudah untuk diprovokasi. Bukan hanya kepada idol lainnya. Dikutip dari https://tirto.id/penggemar-k-pop-agresif-cu6S, beberapa idol mendapatkan “efek cinta yang begitu besar” justru dari penggemar mereka sendiri, seperti kekerasan fisik dan pelanggaran privasi. Sampai ada dugaan bahwa mungkin beberapa penggemar mengidap Celebrity Worship Syndrome, yaitu ketika seseorang menjadi terlalu terlibat dan tertarik (benar-benar terobsesi) dengan rincian kehidupan pribadi seorang pesohor idolanya.


Fanwar terbesar saat ini mungkin adalah Army dan Exo-L, berhubung keduanya sangat terkenal dan masih sangat aktif dalam dunia entertainment. Ketika aku browsing mengenai kedua fandom ini, muncullah beberapa blogspot berisi curahan hati seseorang terhadap fandom “lawan”nya. Supaya adil, aku membaca dari seorang Army juga dari seorang Exo-L. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah mereka berdua sama-sama merasa kalau fandom yang lain yang memancing duluan dan tidak dewasa, meskipun mereka juga sadar kalau fandom mereka sendiri juga memiliki anggota yang seperti itu. Sepertinya pada saat mereka mengetik postingan tersebut, sudah tertanam stereotip tertentu mengenai fandom lainnya. Salah satu dari mereka bahkan sampai tidak menyukai idol itu sendiri dengan alasan kalau fandom mereka terlalu lebay.


Hasil gambar untuk fanwar
Google.com


Sekarang ini, momen saat aku mengetik postingan ini, sedang ada fanwar yang terjadi, yaitu #oncecyberbullying, dimana Once (fandom dari Twice) berperang dengan fandom lain terutama dengan Blink (fandom dari Blackpink). Aku tidak akan membahas apa tuduhannya, karena mungkin akan memancing fanwar baru ☺.


Aku mewawancarai satu orang yang pernah terlibat dalam fanwar antara Army dan Exo-L. Sebut saja FG. FG mengaku bukan anggota salah satu fandom. Ia hanya kagum pada beberapa anggota dari kedua grup tersebut karena bakat mereka. Ia malahan lebih mengikuti penyanyi solo daripada grup. Ia terikut dalam fanwar kedua grup ini, lebih tepatnya diserang dengan banyak komentar oleh salah satu fandom, ketika memberikan pendapat di suatu postingan yang membahas pemilihan lagu sepak bola, antara Power dari Exo dan Fake Love dari BTS. Bahkan salah seorang anggota fandom tersebut ngestalk akun instagram miliknya dan menuduhnya berkomentar seperti itu karena ia adalah anggota fandom grup lainnya. Kemudian ketika aku bertanya soal fanwar kepada temanku yang lain yang penggemar musik K-POP, ia berkata, “I think it’s fans degrading other’s to raise theirs, not knowing respect nor acknowledging co-existence. Eww. Unnecessary hatred.”


Menurutku, Fanwar, dilihat dari segi mana pun, memang kurang bernilai untuk dilakukan. Tujuan fanwar biasanya adalah membuktikan bahwa idolnya yang lebih hebat. Apakah dengan menjelekkan, menjatuhkan, memanipulasi data, menyerang fandom, dan mengancam idol lain, menjadikan idol sebagai yang terhebat? Menjadikan suatu fandom sebagai fandom yang terbesar? Terkuat? Sikap dan perilaku seperti ini bukan hanya menjelekkan fandom itu sendiri, melainkan justru ikut menjelekkan idol yang memiliki fandom tersebut. Kalau idol memang berkualitas, ia pasti akan naik secara natural. Tidak perlu menghalalkan segala cara agar idol terlihat paling hebat. Hal tersebut justru menjadi boomerang bagi idol, karena mereka yang benar-benar hebat tidak perlu memaksakan orang lain untuk mengakui kehebatannya. Realitanya, ketika fandom-fandom berperang, para idol mereka sendiri justru akrab berbincang-bincang sambil menikmati pertunjukan dari idol lainnya.

Hasil gambar untuk keakraban exo dan bts di acara award
Google.com


Fanwar terjadi umumnya berawal dari media sosial, ketika satu anggota atau satu fandom tersinggung dengan suatu postingan yang provokatif. Suatu fandom adalah komunitas global yang berisi banyak orang dari berbagai negara dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Dikutip dari buku Samovar, kita perlu untuk mengetahui etika dalam berkomunikasi antarfandom agar tidak terjadi misinterpretasi. Misalnya kita perlu mengingat bahwa komunikasi (postingan) mendatangkan respons, maka dari itu perlu berhati-hati dalam memposting sesuatu dengan memikirkan kita-kira apa tanggapan orang lain (fandom lain) ketika membaca postingan tersebut. Jangan mudah untuk salah paham dan diprovokasi. Kita juga mesti menunjukkan hormat terhadap pihak lain. Setiap orang berharap untuk dihormati sehingga bila kita ingin menghormati, kita juga harus menghormati pihak lain. Antarfandom bisa kok berbincang hangat. Agar lebih mudah, kita bisa mencari kesamaan yang dimiliki oleh para idol. Misalnya Chanyeol Exo dan Jin BTS sama-sama bisa main gitar. Ini bisa jadi topik pembicaraan yang menyatukan Army dan Exo-L (harapannya, sih).

Selain itu, kita juga bisa belajar untuk menghargai perbedaan. Pembawaan Twice yang lebih girly dan Blackpink yang lebih ke Bad Ass tidak perlu diperbandingkan, karena memang berbeda. Kita tidak perlu memaksa seseorang untuk menyukai idol kita. Semua individu, termasuk idol, adalah pribadi yang memiliki keunikannya masing-masing. Kita perlu belajar untuk melihat sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas. Dan yang terutama, hindari yang namanya generalisasi. Memandang sebagian kecil sebagai representasi terhadap banyak orang dapat menjadi masalah karena hanya akan membatasi diri kita sendiri dalam memiliki pikiran yang terbuka Tidak semua anggota fandom yang lain membenci idol kita. Bisa jadi justru hanya sedikit yang seperti itu. Kita pun mestinya objektif dalam melihat para idol. Jangan karena terlalu cinta, kita justru menutup-nutupi / memaklumi kesalahan fatal idol kita, seperti yang terjadi dalam kasus Seungri dari BigBang (https://www.vice.com/id_id/article/3kgmny/bisakah-fans-k-pop-di-indonesia-berhenti-bela-oppa-sampai-titik-darah-penghabisan). Sebagai fans, kita seharusnya mendukung idol kita agar lebih baik lagi ke depannya.


Hasil gambar untuk jangan berpikiran sempit
Google.com

Bagi mereka yang memang memancing fanwar demi kesenangan pribadi, atau memang hobi menjelek-jelekkan orang, aku hanya ingin menyampaikan untuk segeralah bertobat dan hiduplah dengan damai, sebelum kena azab hahaha…

Bagi penggemar yang memang menderita Celebrity Worship Syndrome, segeralah pergi ke psikolog atau psikiater terdekat, karena obsesi itu benar-benar tidak sehat.

Remaja wajar saja mencinta, tapi tidak perlu terlalu mencinta, hingga menjadikanmu budak cinta, karena idola yang kamu cinta, mungkin saja tidak tahu kalau kamu ada.

Hasil gambar untuk wink emoji small



Referensi

Nakayama, Thomas dan Judith Martin. 2009. Intercultural Communication in Contexts. USA : McGraw-Hill Publishing Company

Samovar, Larry A. 2012. Communication Between Cultures. USA : Wadsworth Publishing

No comments:

Post a Comment