Kali ini kita akan sedikit
berfilsafat ria. Apa itu kreatif? Apa tolok ukur sehingga suatu ide disebut kreatif? Dahulu kala, aku menganggap kalau kreatif itu mesti membuat
suatu hal yang belum pernah ada sebelumnya. Harus baru dan ga tercampur ide
orang lain. Misalnya, aku akan disebut kreatif apabila mampu menemukan kacamata
yang buat orang tunanetra dapat melihat jelas.
Daaan…. ternyata pengertianku kurang tepat saudara-saudara, sebab hanya Tuhan atau Dewa yang dapat melakukan hal tersebut (creatio ex nihilo – menciptakan dari
yang tidak ada menjadi ada.) Suatu ide / gagasan pasti dipengaruhi atau ada
hubungannya dengan ide / gagasan yang sudah ada sebelumnya. Para ahli menawarkan model Cognitive Spiral yang dapat menjelaskan konsep pemikiran kreatif tersebut sebagai komponen
integral dari semua proses kognitif. Barron dan Harrington (1981) membahas kreativitas sebagai kemampuan
kreatif dan pencapaian kreatif. Demikian pula Hennessey dan Amabile (1988)
mengemukakan bahwa kreativitas dapat membahas mengenai orang kreatif maupun produk kreatif.
Berikut pendapat lainnya soal
kreativitas :
Leary (1964) |
⇨"Individu
dapat dilihat dalam konteks dua rangkaian kreativitas : kinerja kreatif dan
pengalaman kreatif. Dimensi pengalaman dimulai sejak “reproduksi” hingga mencapai
“kreatif.” Reproduksi maksudnya yaitu menafsirkan hal-hal hanya dalam kerangka
kerja yang telah dipelajari sebelumnya, sedangkan kreatif adalah membawa
interpretasi yang tepat dan baru ke dalam pengalaman. Reproduksi adalah
pengulangan kombinasi yang lama, sedangkan kreatif melibatkan suatu kombinasi yang
baru."
Guilford (1959) |
⇨"Pemikiran kreatif sebagai sebuah model yang terdiri dari banyak faktor pokok,
proses, atau keduanya. Pemecahan suatu masalah dapat dianggap sebagai usaha
yang secara intrinsik adalah kreatif. Berpikir kreatif dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori seperti kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas, dan
elaborasi."
Pemikiran
Kreatif dan Pemrosesan Kognitif
Salah satu model pemikiran kreatif
yang terkenal adalah Wallas (1926), yaitu : persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Pemikiran kreatif dipandang sebagai
proses yang sangat khusus. Namun Beyer (1988) menganggap berpikir
kreatif dan kritis adalah proses yang "digunakan untuk
hampir semua tujuan". Mayer (1983) kemudian menunjukkan kolaborasi antara kedua
perspektif ini dengan menyarankan bahwa kreativitas adalah mencari solusi baru
untuk suatu masalah, dan pemecahan masalah adalah istilah yang relatif sama dengan pemikiran dan kognisi.
Aspek "iluminasi" yang
ditawarkan Wallas memenuhi kriteria kebaruan, dan "berpikir untuk
tujuan apa pun" dari Beyer ditampung oleh hubungan tersirat antara
pemecahan masalah dan kognisi.
Berpikir kreatif ⇒ pemecahan masalah, pemecahan masalah ═ proses kognitif
Kesimpulan ini sejalan juga dengan pendapat Dirkes (1977) yang memberikan perspektif pendidikan dengan menyarankan bahwa sebenarnya semua pembelajaran itu kreatif.
Di lain pihak, Torrance
(1965) menggunakan definisi berikut sebagai berpikir kreatif: "... proses merasakan kesulitan, masalah, kesenjangan
informasi, elemen yang hilang, sesuatu yang miring ; membuat dugaan dan
merumuskan hipotesis tentang kekurangan ini ; mengevaluasi dan menguji dugaan
dan hipotesis ini ; mungkin merevisi dan menguji ulang mereka ; dan akhirnya
mengkomunikasikan hasilnya”. Maka, seunik apapun ide kita, menjadi sia-sia bila kita tidak mengomunikasikannya ya teman-teman.
Kemudian muncullah gagasan
kegunaan yang dicetuskan Mednick (1962). Dalam pandangan Mednick, daftar kognitif terbentuk, ide-ide di daftar teratas adalah yang memiliki asosiasi terkuat diantara informasi baru (yang disajikan sebagai stimulus) dan
informasi lama (basis pengetahuan yang dipegang oleh individu.) Individu
yang kreatif adalah seseorang yang tidak secara otomatis puas dengan asosiasi
yang paling kuat, tetapi terus melanjutkan daftar dan menyelidiki hubungan lain.
Mayer
(1983) mendefinisikan kreativitas sebagai aktivitas
kognitif yang menghasilkan solusi baru untuk suatu masalah. Dalam
hal ini, kreativitas dilihat sebagai suatu proses, hasil dari proses tersebut
haruslah bersifat kebaruan, dan merupakan fungsi dari pemecahan masalah. Contoh sehari-harinya adalah soal surat. Dulu, sebelum ada internet, butuh waktu lama dan risiko tinggi untuk kita "ngobrol" dengan teman yang jauh dari kita lewat surat. Sekarang, dengan adanya e-mail, bahkan kita dapat chattingan dengan teman di lain benua dalam hitungan detik, asal kedua pihak memiliki kuota dan terjangkau internet :) Penemu e-mail sudah memecahkan masalah jarak dan waktu untuk kita dalam bertukar kabar dengan teman yang jauh dari kita secara kreatif. Mungkin masyarakat secara luas menganggap kreatif itu harus unik, beda dari yang lain. Namun, Gallagher (1975) berpendapat bahwa penentuan keunikan adalah relatif dan didasarkan
pada pengalaman individu tersebut.
The
Cognitive Spiral
Asumsi dasar Cognitive Spiral adalah bahwa otak merupakan suatu sistem penyelesaian masalah yang alami.
The Cognitive Spiral Model |
Proses
evaluatif di otak kita menentukan kebutuhan mengakses kembali memori jangka panjang.
Jika kita bertekad bahwa solusi yang kita tahu sekarang ini tidak dapat diterima, maka pemrosesan kembali terjadi. Informasi yang ada ini tentu mempengaruhi upaya kita selanjutnya dalam
memecahkan masalah, dengan menghilangkan setidaknya satu solusi dan
mengharuskan kemungkinan lain untuk kita identifikasi. Dalam pandangan ini, setiap kali
stimulus diproses, basis pengetahuan kita diubah. Mungkin diperkuat, atau
dipertanyakan, atau juga ditambahkan.
Pengetahuan sebagai wujud yang
dinamis itu terus berkembang, beradaptasi, berorganisir, berasimilasi, sehingga membuat setiap stimulus adalah pengalaman baru. Maka, tidak ada stimulus yang
dapat diproses dengan cara yang persis sama. Pemaparan ini mencerminkan bagaimana proses kognitif
"spiral" sebagai perubahan halus dalam basis pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing. Proses kognitif yang sama dipanggil, dan dalam
urutan yang sama, tetapi tidak pernah dari titik awal yang sama, sehingga menjadi sebuah spiral daripada sebuah siklus. Lima komponen model Spiral
Kognitif yaitu pemikiran perseptual, pemikiran kreatif, pemikiran inventif, pemikiran metakognitif, dan pemikiran kinerja. Semua komponen ini dianggap dapat dialamatkan
secara instruksional, meskipun pemikiran kreatif membutuhkan pendekatan
pengembangan daripada pendekatan keterampilan. Pemikiran kreatif tidak dapat diarahkan
secara eksternal. Fakta bahwa pengetahuan masing-masing individu berbeda
dari yang lain mengharuskan pencarian kognitif ini didasarkan pada pengalaman
khusus individu tersebut. Justru dengan memaksakan "pola pencarian"
itulah, pemikiran kreatif menjadi...
Dalam model Spiral Kognitif,
"Pemikiran Perseptual" mengacu pada penemuan dan penerjemahan stimulus
melalui indera, dalam kasus rangsangan eksternal, atau pada tingkat
kognitif dalam kasus rangsangan yang dihasilkan secara internal, dan mendahului
proses berpikir kreatif. Kemudian, pada "Pemikiran Kreatif,"
stimulus dibandingkan dengan basis pengetahuan yang dimiliki oleh individu. Dicari pola, perspektif, dan hubungan antara apa yang diketahui dan apa yang
disajikan sebagai stimulus. Proses berpikir kreatif
disini mengenai pencarian kognitif. Karena itu, tidak pantas mengevaluasi pencarian dalam hal "kebenaran" dalam arti
akademis.
Terlepas dari vonis yang dicapai
pemikiran metakognitif, keputusan untuk menerima atau menolak solusi yang
ada tetap merupakan keputusan yang disengaja, dan mungkin diharapkan bahwa
keputusan tersebut mengarah pada ekspresi, atau kinerja, produk kognitif yang
sesuai. Melalui proses-proses yang dimediasi oleh "Pemikiran
Kinerja", tekad yang dibuat dalam pemikiran metakognitif menemukan
ekspresi yang sesuai. Perilaku adalah ekspresi terbuka dari produk. Kepercayaan
dapat dianggap sebagai informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang. Hal yang paling
signifikan mengenai model yaitu pilihan untuk mengekspresikan produk sebagai
persepsi kognitif. Produk kognitif digunakan sebagai stimulus
baru yang memulai proses spiral lainnya. Dengan cara inilah pemikiran kreatif
diaktifkan kembali, meskipun dimulai dengan perspektif baru tentang masalah
yang sama.
Ternyata untuk memikirkan suatu solusi, otak kita menempuh perjalanan yang panjang yaa. Percayalah, setiap manusia itu dapat menjadi kreatif dengan persoalan-persoalan dalam hidupnya. Karena sangat bergantung pada kognisi masing-masing individu, eksekusi kita bahkan terhadap suatu ide yang sama akan berbeda satu sama lain. Maka, seharusnya tidak ada pembelaan lagi bagi kita saat hendak melakukan tindak plagiat, wkwkwkk.
Sekian kegabutanku... :) :)
Referensi
Ebert, Edward S. (1994). The Cognitive Spiral : Creative Thinking and Cognitive Processing, The
Journal of Creative Behavior, 2, 275-290.
Gambar : Google.com
No comments:
Post a Comment